Senin, 19 Oktober 2009
Orgasme Religius
Oleh : Nanang Zainal Arifin
Baru baru ini kita dikejutkan oleh seseorang remaja berusia 17 tahun baru lulus dari SMA terlibat dalam bom JW Mariot di Jakarta. Yang mengejutkan remaja bernama Dani tersebut dilingkungan tetangganya terkenal kebaikannya dan tidak pernah membuat resah. Yang menjadi pertanyaan bagi kita mengapa diujung kehidupanya dia menimbulkan keresahan seluruh masyarakat Indonesia .
Menurut Dr Syamsul Yusuf MPd usia 17 tahun adalah termasuk usia sekolah menengah dimana pada masa tersebut terbagi menjadi tiga masa :
a. Masa Pra Remaja
Memiliki karakter pemalas dan pesimistis.
b. Masa Remaja
Memiliki karakter mencari sesuatu yang dipandang bernilai, dan berusaha mencari teman yang bisa memahami dirinya. Pada masa itu kalau laki – laki suka meniru tokoh yang disukai kalau perempuan suka memuja tokoh yang ia kagumi.
c. Masa Remaja Akhir
Pada masa ini orang sudah menemukan pendirian hidup. Dan pendirian hidup ini akan dimantapkan ketika sudah memasuki usia kuliah.
Pada masa – masa usia sekolah menengah tersebut seorang Dani berusaha mencari sesuatu yang dipandang bernilai dan baik dan benar. Kebetulan orang yang berhasil menanamkan keyakinan tentang kebenaran adalah orang – orang seperti Nordin M Top yang berpandangan dalam menegakkan Khilafah Islamiyah dengan menghalalkan jalan kekerasan. Dalam pandangan salah satu aktifis Islam ada tiga kategori orang yang menegakkan Khilafah Islamyah. Yang Pertama Memperjuangkan Khilafah Islamiyah dengan jalan kekerasan seperti Jamaah Islamiyah. Yang Kedua Memperjuangkan Islamiyah tampa jalan kekerasan tapi melalui perang pemikiran seperti HTI, Yang Ketiga mengharapkan khilafah tapi tidak pernah memperjuangkan baik dengan pemikiran atau perang, mereka menganggap Khilafah akan berdiri tampa diperjuangkan.
Dalam ilmu psikologi setiap manusia punya dua potensi Yang Pertama Hati Nurani yang mendorong manusia untuk berbuat baik dan benar. Yang Kedua Naluri yang menyebabkan manusia memiliki kebutuhan hidup seperti kebutuhan Sex, kebutuhan makan dan minum, kebutuhan untuk mendapatkan pujian dari orang lain, dan masih banyak kebutuhan hidup manusia yang jika tidak terpenuhi menyebabkan manusia hidupnya akan tersiksa.
Dengan hati nuraninya manusia akan berusaha mencari sesuatu idiologi yang diyakini kebenarannya. Idiologi itu bisa bersumber dari ajaran agama, bisa juga bersumber dari hasil pemikiran manusia seperti ajaran komunis karya Karl Max, ajaran Marhaenisme karya Soekarno. Dalam ajaran agama orang menganggap kebenarannya bersifat mutlak tapi kalau hasil pemikiran manusia kebenarannya bersifat relatif. Yang menjadi persoalan orang suka memaksakan idiologinya untuk diakui dan diyakini kebenarannya pada orang lain. Kalau pemaksaan itu dengan tukar pemikiran dan perdebatan seperti HTI bagi penulis itu adalah wajar tapi kalau pemaksaan suatu idiologi dengan perang dan kekerasan bagi penulis itu adalah sesuatu yang tidak wajar. Kekerasan yang bersifat Defensif untuk mempertahankan diri itu suatu kewajiban bagi manusia. Tapi kalau kekerasan yang bersifat Ofensif untuk memaksakan kehendak itu adalah perampokan.
Untuk ajaran Agama ada yang memasukkan sebagai bagian dari budaya sehingga merupakan hasil karya, cipta dan rasa manusia. Menurut Dr Dimyati Huda MAg “ Agama ketika berupa kitab suci merupakan benar – benar ciptaan Tuhan tapi ketika sudah menjadi tafsir merupakan hasil pemikiran manusia. Sehingga dari tafsir muncul istilah Islam Liberal, moderat dan Fundamentalis. Karena itu kebebasan manusia adalah menafsirkan kitab suci sesuai dengan keyakinannya”.
Kita lihat realitas disekitar kita ada manusia yang mengekpresikan potensi naluri ( Kebutuhan hidup ) tampa memperhitungkan bahwa dia memiliki Hati Nurani ( Keinginan berbuat baik dan benar ). Contoh orang untuk memenuhi kebutuhan seksnya dengan melacur, memenuhi kebutuhan makan minum dengan mencuri dan merampok. Penulis yakin bahwa orang yang mencuri , merampok, berzina menyadari bahwa perbuatannya salah. Dalam dialog dengan salah satu mantan pecandu narkoba yang sudah menikah dan punya anak dia dengan jujur mengatakan tidak ingin anaknya mengikuti jejaknya untuk menjadi pecandu narkoba dan alkohol.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia orang yang berada dipuncak kenikmatan seksual disebut mengalami Orgasme. Tapi istilah orgasme juga dipakai dalam istilah politik dan kekuasaan yaitu orang yang menikmati enaknya duduk dikursi kekuasaan. Dalam pengertian seks dan kekuasaan orang yang mengalami orgasme memiliki kesamaan yaitu sama – sama lupa diri. Yaitu sama - sama lupa diri bahwa kedua pelaku telah melanggar norma agama dan norma social. Hati Nurani kedua pelaku sudah tumpul. Orang yang sedang menikmati duduk dikursi kekuasaan akan berlaku sombong, lupa diri, sok kuasa, munafik, tak mau kalah dan dikritik. Begitupun juga orang yang mengalami kenikmatan puncak seksual dan diperoleh dengan jalan haram mereka tidak peduli yang dilakukan itu salah atau benar. Tidak peduli dirumah anak dan istri menunggu. Tidak peduli harta ludes karena wanita idaman lain atau pria idaman lain.
Istilah orgasme juga ada yang diindentikkan dengan orang yang sangat merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah. Ketika penulis kuliah di Universitas Jember penulis melihat semangat beribadah mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Salafy, Jamaah Tabligh, KAMII. Mereka itulah yang meramaikan sholat berjamaah di musola dan masjid sekitar kampus. Dalam beragama dia ketika mendengar perintah Allah yang ada dalam Al – Qur’ an dan hadist langsung dipatuhi tampa pertimbangan. Mungkin para pelaku bom bunuh diri, ketika mendengar ayat jihad dengan mantap langsung melakukan jihad sesuai dengan persepsi pimpinannya. Bagi mereka sudah tidak terlalu mencintai dunia ini. Hidup itu hanya. Hidup manusia berbakti pada Allah. Disini yang menonjol adalah potensi Nuraninya ( Dorongan untuk berbuat baik ). Para pelaku jihad menganggap kematiannya untuk menjemput bidadari disurga.
Menurut Dr H Dyamsu Hidayat MPd yang merupakan seorang staf pengajar di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung mengatakan “ bahwa pola perilaku seseorang dibangun oleh Pengetahuan yang dimiliki”. Seorang Imam Samudra dan Amrozi dengan tampa merasa bersalah melakukan peledakan bom di Indonesia, itu karena menurut persepsinya tindakan itu benar. Padahal menurut KH Abdullah Gimnastiar tindakan itu salah karena dilakukan bukan didaerah perang seperti Palestina. Dan menurut Ustadz Abu Bakar Ba’asir tujuan dari tindakan itu benar tapi caranya salah. Bagi penulis dalam ajaran Islam melarang ketika berperang membunuh anak kecil, wanita, orang tua, dan kalau kita lihat korban Bom JW Mariot Jakarta dan Di Kuta Bali pasti ada anak kecil dan orang tua.Bahkan juga banyak saudara – saudara kita sesama muslim yang ikut menjadi korban ledakan.
Karena itu kita sebaiknya kita melakukan perang pemikiran dan pengetahuan dengan orang yang menghalalkan kekerasan dan bom bunuh diri dinegara Indonesia bahwa tindakan itu salah. Mungkin perlu juga sebetulnya Ulama – ulama anti kekerasan melakukan debat yang disiarkan televisi dengan Imam Samudra dan Amrozi ketika masih hidup. Tapi sayang kita sering dipertontonkan perdebatan politikus yang diragukan keihklasannya dalam berjuang.
( Penulis adalah Anggota Forum Lingkar Pena Cabang Blitar dan Guru MAN Kota Blitar )
Curiculum Vitae
Nama : Nanang Zainal Arifin, SPd
Tempat Tanggal lahir : Tulungagung 15 Juli 1978
Alamat : Ariyojeding, Rejotangan, Tulungagung.
No HP : 085649573416
No Telepon : ( 0355 ) 399 216
Pekerjaan : Guru
Kantor : MAN Kota Blitar
Rabu, 07 Oktober 2009
Sejarah Lahirnya Ki Ageng Pandan Alas Cabang Blitar
Setelah selesei disahkan sebagai warga tingkat satu di Madiun, akhirnya Juremi mendirikan latihan silat di Tarbiyatul Muballighien Sukorejo Blitar dan salah satu siswanya adalah Ahmad Sugianto SPd sekarang menjadi Kepala SDI Sukorejo Blitar. Ahmad Sugianto meneruskan perjuangan Juremi dengan memberangkatkan 24 calon warga untuk disahkan di Madiun. Selanjutnya dari tahun ketahun sampai sekarangPerguruan Silat Ki Ageng Pandan Alas Cabang Blitar mengirimkan siswanya ke Madiun untuk disahkan sebagai Warga Tingkat 1.
Pertumbuhan perguruan Silat Ki Ageng Pandan Alas makin pesat ketika latihannya dipindah dari Tarbiyatul Sukorejo blitar ke MTSN Karangsari Blitar ,bahkan sekarang sudah ada 16 tempat latihan yang tersebar diseluruh kabupaten Blitar. selama ini perguruan Silat Ki Ageng Pandan Alas Cabang Blitar sudah dipimpin oleh empat ketua Cabang yaitu Juremi, Ahmad Sugianto SPd. Mohamad Asrofi dan saat ini dipimpin oleh Mohamad Muslih.
Rabu, 19 Agustus 2009
Kumpulan Puisi Karya Istriku
Senin, 20 Juli 2009
Bercermin Pada Bah Muchit
Oleh : Nanang Zainal Arifin
Gus Dur ketika masih menjadi Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa pernah mengatakan bahwa saat ini Kyai yang memiliki Pondok Pesantren besar semakin dekat dengan penguasa tapi semakin jauh dengan rakyat. Peran mereka sebagai pengasuh dan pembela rakyat telah digantikan oleh Kyai Kampung yang hanya memiliki Musola atau Masjid.
Dalam buku yang berjudul “ Kyai Oposan “ karya Subhan MD diceritakan tentang keluhan KH Mustofa Bisri bahwa sekarang sudah jarang Kyai yang belani rakyat. Selain itu KH Hasyim Muzadi selaku ketua PBNU pernah mengatakan “ sekarang pendapat Kyai disesuaikan dengan pendapatanya” . Kritikan orang yang berkategori ulama pada ulama lainnya menujukkan bahwa dizaman Globalisasi ini lebih banyak ulama dunia daripada ulama akhirat.
Selain dikritisi dari amalnya yang hanya berorientasi dunia bukan akherat juga dikritisi karakter kepemipinan kyai yang otoriter. Kritikan itu bisa kita lihat Yang Pertama dari filem yang diambil dari novel berjudul “ Perempuan Berkalong Sorban “ Yang Kedua dari novel yang berjudul “ Jadilah Purnamaku Ning “ yang pengarangnya juga alumni Pondok Pesantren yaitu Khilma Anis. Yang Ketiga dari hasil penelitian Disertasi salah seorang Kyai Di Probolingga disimpulkan bahwa Kyai yang tinggal semakin dipedalaman maka karakter kepemipinannya makin otoriter.
Adapun definisi Kyai berasal dari bahasa Jawa Kuno yaitu “ Kiya – Kiya “ artinya orang yang dihormat, sedangkan pemakaiannya dipergunakan Yang Pertama Benda atau hewan yang dikeramatkan seperti nama gajah dikebun binatang Gembira Loka Yogyakarta yaitu Kyai Rebo dan Kyai Wage. Yang Kedua Untuk orang yang sudah tua. Yang Ketiga pada orang yang memiliki keahlian dalam bidang agama, sedangkan menurut pendapat Manfred Ziemek pengertian Kyai adalah sebagai pendiri dan pemimpin sebuah pesantren serta sebagai muslim terpelajar yang telah membaktikan hidupnya dijalan Allah. Namun dalam masyarakat pada umumnya kata Kyai disejajarkan dengan ulama.
Menyoroti ulama maka secara otomatis mengkritisi Nahdlatul Ulama. Karena diantara Ormas – Ormas Islam yang paling banyak stok ulamanya adalah NU. Karena itu penulis ingin membuktikan bahwa tidak semua ulama sekarang terlalu cinta dunia dan memiliki kharakter kepemipinan yang otoriter. Salah satu ulama yang bisa diteladani adalah KH Muchit Muzadi yang saat ini menjabat Dewan Mutasyar PBNU. Beliau merupakan kakak kandung KH Hasyim Muzadi ( Ketua Umum PBNU dan Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al – Hikam Malang ).
Penulis mengagumi Bah Muchit karena Yang Pertama ketika ketika menjadi aktifis HMI dan ditingkat pusat ada konflik antara PBHMI dengan pendukung Gus Dur, satu – satunya ulama NU yang menerima dengan tangan terbuka silahturahmi yang dilakukan anak – anak HMI adalah beliau. Yang Kedua Penulis kagum terhadap kesederhanaan beliau dari Tempat Tinggal, perilaku dan cara berpakaian. Penulis menyaksikan dengan mata kepala sendiri rumahnya yang sederhana di Jalan Kalimantan Jember dekat Masjid Sunan Kalijaga serta perilaku dan cara berpakaian ketika menghadiri undangan seminar dengan pemateri Almarhum Prof Dr H Nurcholis Masjid yang diselenggarakan oleh pengurus HMI Cabang Jember. Tidak ada jubah dan sorban yang melilit kepala. Pakaiannya sederhana seperti Kyai Kampung dari desa. Padahal beliau adalah Mutasyar PBNU periode 2004 sampai dengan 2009, serta pernah menjadi Rois Syuriah PBNU periode 1994 sampai dengan 2004.
Selain mengamati ketelaudanan Sang Kyai dengan mata kepala sendiri penulis juga membaca buku tentang pemikiran Kyai Muchit yang berjudul “ Menjadi NU Menjadi Indonesia “ karya Prof Dr Ayu Sutarto ( Budayawan Unej ) dan buku berjudul “ Berjuang Sampai Akhir Kisah Seorang Bah Muchit “ karya Mohamad Subhan. Kalau buku biografi seorang Kyai kebanyakan menceritakan keanehan, kesaktian, dan keajaibannya. Disini buku tersebut menggambarkan keteguhan seorang ulama dalam memegang prinsip hidup, Tidak ada kesaktian seorang Bah Muchit. Dan disitulah menurut penulis kelebihan dari buku yang mengkisahkan seorang ulama. Karena yang perlu diteladani kisah ulama dan nabi adalah ketelaudanan sikap hidupnya bukan karomah dan mukzizat. Karomah dan Mukzizat itu adalah bonus dari Allah bagi hamba – hambanya yang beriman. Dan tidak semua hamba yang beriman mendapatkan karomah- Nya. Dalam melaksanakan amal baik yang paling utama kita mengharapkan ridho dari Allah SWT.
Adapun Hal – Hal yang bias diteladani dari KH Muchit Muzadi antara lain adalah :
1. Keikhlasan Berjuang di NU
Dari sisi materi kekayaan beliau bisa disejajarkan dengan Mantan Ketua Umum Muhamadiyah yaitu KH AR Fahrudin dan KH Agus Salim seorang diplomat ulung. Sampai saat ini beliau belum punya rumah sendiri. Tempat tinggal yang ditempati sekarang adalah rumah Waqof milik masjid, sehingga yang menenpati rumah tersebut punya kewajiban untuk ngopeni masjid. Padahal beliau pernah menjadi Sekretaris daerah Tuban dan Pejabat di IAIN Jember.
2. Sosok Kyai Yang Demokratis
Kyai Muchit sangat demokratis terhadap anak – anaknya dalam memilih jalur pendidikan yang ia sukai. Tidak otoriter seperti ayah Anisah yang pemimpin sebuah Pondok Pesantren dalam novel Perempuan Berkalong Sorban.
3. Tidak Melibatkan Diri Dalam Konflik Yang Terjadi di NU
Ketika PKB dilanda konflik maka KH Muchit Muzadi tidak pernah berpihak kepada pihak manapun padahal beliau yang membacakan deklarasi pendirian Parta Kebangkitan Bangsa.
4. Sosok Kyai Muchit bukan sosok Kyai yang nyungkani atau membuat orang
lain menjadi rikuh.
Dari penuturan Mohamad Subhan bahwa ketika sang kyai datang ke kantor PWNU Jawa Timur maka anak – anak muda NU selalu berebutan untuk berdialog dengannya. Dan beliau selalu berkelakar “ coba anda tanyakan padaku tentang NU mumpung saya masih hidup.
5. Bersikap Terbuka Dengan Orang Islam Diluar NU
Istri beliau adalah anak tokoh Muhamadiyah di Yogyakarta, dan alumni sekolah dibawah yayasan Muhamadiyah.
6. Dan Lain – lain
Demikian sosok Bah Muchit dari Jember yang bisa memberikan ketelaudanan pada generasi muda Nahdlatul Ulama. Sehingga tidak ada ceritanya anak muda karena kecewa pada tokoh NU ( Sikapnya tidak bisa diteladani ) pindah haluan keormas lain.. Dalam pengamatan penulis banyak orang dilahirkan dari kultur Nahdliyin pindah ke jalur lain seperti FPI, MMI, HTI, Salafy, Jamaah Tabligh karena Yang Pertama kecewa pada elit NU yang sering berkonflik dan rebutan iwak di NU. Mereka menjadikan NU sebagai tempat penghidupan bukan tempat perjuangan. Yang Kedua kurangnya pemahaman tentang ajaran Nahdliyin sehingga ketika ada pemikiran lain yang dirasa lebih rasional maka dia meninggalkan pemikiran lama.
( Penulis Adalah Anggota Forum Lingkar Pena dan Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Rejotangan )
Curiculum Vitae
Nama : Nanag Zainal Arifin, SPd
Tempat Tanggal Lahir : Tulungagung 15 Juli 1978
Alamat : Ariyojeding, Rejotangan, Tulungagung
Pekerjaan : Guru MAN Kota Blitar
Agama : Islam
No Telepon : ( 0355 ) 399 216
No HP : 085649573416
Minggu, 12 Juli 2009
Profil Seorang Guru
Panggilan : Nanang
TTL : Tulungagung 15 Juli 1978
Alamat : Ariyojeding Rejotangan Tulungagung
Istri : Nurul Kiptiyah SPd
Email : Nanangarifin42@yahoo.co.id
Telepon : 0355 399 216/ 085649573416
Aktifitas
Guru MAN Kota Blitar
Instuktur Karya Ilmiah Remaja MAN Kota Blitar
Sekretaris Madrasah Hidayatul Mubtadhien Ariyojeding Rejotangan Tulungagung
Sekretaris LBB MHM Ariyojeding
Instruktur LBB MHM Ariyojeding
Staf Lingkungan Hidup Gerakan Pemuda Ansor Anak Cabang Rejotangan
Staf Penelitian dan Pengembangan Banser SATKORANCAB Rejotangan Tulungagung
Forum Lingkar Pena Cabang Blitar
Penulis Artikel Opini Radar Blitar Jawa Pos
Pengalaman Menulis
" Mahasiswa Harapan Bangsa" dimuat di Majalah Lensa
" Poligami Suatu Solusi " dimuat di Majalah Lensa
" Sidang Intimewa Buat Gus Dur " dimuat di Radar Jember Jawa Pos
" Meyimak Budaya Pondok Pesantren " dimuat di Radar Jember Jawa Pos
" Lebaran Dalam Tinjauan Syariat dan Budaya " dimuat di Buletin An Natiq
" Saints dan Teknologi dalam Tinjauan Islam " dimuat di Majalah An Natiq
" Belajar Dari NU Jember " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
" Caleg Nebeng NU " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
" Fenomena Tawuran Siswa " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
" Wabah Sinetron Muslimah " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
" Gagal Unas Akibat Hamil " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
" Paket C Bagi Siswi Hamil " dimuat di Radar Blitar Jawa Pos
Pendidikan Formal
SDN Ariyojeding 1
SMPN 1 Rejotangan
MAN Kota Blitar
Unej
Pengalaman Organisasi
1. Wakil Sekretaris Umum HMI Cabang Jember Komisariat FKIP
2. Ketua Bidang PPPA HMI Cabang Jember Komisariat FKIP
3. Departemen Kekaryaan HMI Cabang Jember
4. Keluarga Persilatan Ki Ageng Pandang Alas Cabang Blitar
5. Forum Lingkar Pena Cabang Blitar
6. Departemen Lingkungan Hidup Gerakan Pemuda Ansor Anak Cabang Rejotangan
7. Depertemen LITBANG SATKORANCAB Rejotangan
8. Sekretaris LBB MHM Ariyojeding
Sabtu, 04 Juli 2009
Tulisan Istriku
MENGKAJI ULANG UJIAN NASIONAL ( UN)
Oleh : Nurul Kiptiyah , S.Pd
Pelaksanaan Ujian Nasional ( UN ) di SMU dan yang sederajat baru saja dilaksanakan. Ritual tahunan itu telah mampu membuat phobia tersendiri pada setiap penyelenggaraannya. Digit angka standar kelulusan yang semakin meningkat cukup membuat stress banyak pihak. Dan pada dasarnya UN telah membuat arah pendidikan SMU menjadi bias. Hal ini terlihat dari mata pelajaran di jadwalkan untuk UN. Tetapi UN masih diperlukan hanya diperlukan perbaikan sistem pelaksanaannya.
Pada masa reformasi pelaksanaa UN dianggap sebagai rutinitas yang mubasir. Pemerintah selayaknya banyak menuai kritikan, karena ternyata UN lebih banyak memberikan mudharat. Keputusan pemerintah untuk tetap mengadakan UN sempat mendapat tamparan kontroversial dari salah satu anggota dewan komisi X dan koordinator koalisi untuk pendidikan. Sementara disisi lain pemerintah tetap memandang diperlukannya UN sebagai alat kontrol mutu pendidikan, karena pada masa euphoria otonomi dikhawatirkan sekolah akan berjalan sendiri-sendiri tanpa arah yang jelas.
Dengan diiringi tingginya standar kelulusan memang cukup membuat peserta didik merinding. Disin sebenarnya kita semua patut bertanya seperti apakah kualitas pendidikan kita ini? Biang kenaikan standar UN tersebut adalah rendahnya mutu pendidikan dengan tradisi lulus saratus persen. Persepsi yang terjadi di masyarakat terhadap sekolah yang bermutu berangkat dari prosentase kelulusannya. Sehingga sekolah akan dipaksa agar siswanya lulus seratus persen. Maka terjadilah manipulasi nilai yang mencengangkan.
Jika kualitas pendidikan kita hanya dipermainkan seputar angka dan prosentase, kita akan melihat pendidikan kehilangan maknanya dalam membangun manusia
Pernyataan itu terus terang cukup nemohok pengertian kita tentang psikologi “orang-orang yang bodoh dan gagal”. Howard Gadner seorang pakar psikologi dan pendidikan jebolan universitas Harvard mengatakan bahwa pada dasarnya Intellegensi itu tidaklah tunggal tetapi terdiri atas beberapa dimensi yang berbeda. Yang pada dunia pendidikan hal ini sering disebut Multiple Intellegences atau Kecerdasan majemuk. Artinya disini setiap siswa memliki potensi yang berbeda, jadi siswa yang tidak dapat mengerjakan UN dan tidak lulus tidaklah bijak jika kita sebut bodoh atau gagal. Karena UN hanya menyaratkan satu jenis kecerdasan tertentu sebagai syarat kelulusannya. Dan tentunya pelabelan siswa yang lulus UN pintar dan yang tidak lulus bodoh sanagt menyedihkan.
Profesor Winarno Surachman pengamat pendidikan yang juga Dosen Universitas Negeri Jakarta menyatakan bahwa pemaksaan pelaksanaan UN bisa menimbulkan persoalan serius baik bagi guru maupun siswa. Karena UN seolah –olah telah dianggap parameter sebuah mutu pendidikan nasioal. Selian itu UN juga terlihat menjadi rancu jika kita melihat pada UU yang telah memberikan hak dan keleluasaan kepada daerah untuk melakukan kebijakan pendidikan. Soal-soal UN dibuat oleh pemerintah pusat dan didistribusikan ke daerah-daerah dengan pelaksanaan yang dijadwalkan secara nasional.Tetapi UN tidak mempunyai kekuatan menilai secara nasional. Peningkatan pendidikan harus dimulai dari daerah-daerah masing-masing jika pusat tidak percaya kepada daerah pendidikan kita akan sulit maju.
Akan tetapi jika UN memang masih diperlukan untuk dilaksanakan maka ada beberapa petimbangan. Sebelum melakjsanakan UN pmrintah pusat harus melakukan penelitian yang menyeluruh dan mendalam tentang kualitas pendidikan di setiap daerah dengan mempertimbangkan kondsisi daerah trsebut. Dari sinilah kemudian akan trumuskan sebauh standar nasional yang benar-benar mewakili daerah. Selain itu UN bukanlah penentu kelulusan, karena UN tidaklah menggambarkan dinamika pendidikan sekolah. UN dapat dipakai sebagai cara kita mengatahui pengetahuan siswa. Lebih dari itu yang bertanggung jawab terhadap kelulusan siswa lebih baik diberikan kepada pihak-pihak yang paling mengerti tentang siswa itu sendiri yaitu guru. Guru yang selama bertahun-tahun membimbing siswa nyatanya tak mampu melakukan apa-apa ketika siswanya tidak lulus UNk karena penentu kelulusan UN bukan pada Guru. Adanya disparatis yang tinggi antar daerah di
Tes berskala nasional untuk mengukur standar kualitas pendidikan tetap diperlukan , namun hasil tes itu handaknya tidak dikaitkan dengan kelulusan seorang anak didik. Tes standar itu seharusnya juga melibatkan lembaga-lembaga independen diluar Diknas. Menurut Lody Paat dari koalisi untuk pendidikan, sebaiknya kelulusan diserahkan kepada sekolah, sementara hasil tes nasional digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan yang menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanah UU Sisdiknas th.2003 no 20 pasal 58 “ Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan”
UN hanyalah produk scholastic bukan penentu mutu pendidikan. Karena untuk jaminan mutu pendidikan diperlukan juga faktor broad base education yaitu pendidikan ketrampilan yang jangkaunnya lebih luas dari ilmu yang diperoleh di sekolah. Peningkatan mutu pendidikan harus dilihat juga dari struktur pendidikan secara menyeluruh termasuk non akademis, proses dan input pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan tidak sesederhana dengan peningkatan nilai dan angka. Karena ternyata tidak ada relevansi antara hasil UN dengan penerimaan di Perguruan Tinggi sekalipun. Rupanya pihak Perguruan Tinggipun mulai tidak percaya dengan hasil UN. Pendidikan yang menghargai siswanya tentu tidak akan menukar intelektual dan potensi siswa dengan digit angka-angka yang menakutkan. Pendidikan yang memanusiakan manusia bukan hanya membuat orang pintar dan cerdas tetapi juga menghargai perbedaan inividu. Karena ternyata selembar ijazah dengan hiasan nilai-nilai dan angka-angka yang indah saja tak cukup sebagai solusi permasalahan hidup mereka kelak. Maka selayaknyalah pemerintah selaku pembuat kebijakan melakukan evaluasi dan mengkaji ulang pelaksanaan Ujian Nasional. ( Penulis adalah salah satu aktivis Forum Lingkar Pena Blitar dan alumi HMI Badko Jawa Timur )
Biodata penulis
Nama lengkap : Nurul Kiptiyah,S.Pd
Nama panggilan : Nu-Qi
Alamat rumah : Ariyojeding – Rejotangan - Tulungagung
Pekerjaan :
Phone : 085 645757783
Email : nuqi_n@yahoo.co.id
(Penulis adalah salah satu aktivis Forum Lingkar Pena Cab.Blitar)
Selasa, 30 Juni 2009
Kisah Hidupku
Ketika kuliah tulisanku pernah dimuat di Radar Jember dan Majalah Lensa. Tulisanku yang pernah dimuat di Majalah Lensa adalah " Poligami Suatu solusi" dan " Mahasiswa Harapan Bangsa", lalu Di Radar Blitar judul artikelnya " Menyimak Budaya Pondok Pesantren"dan " Sidang Istimewa buat Gus Dur ". bagi saya menulis adalah wisata hati dan tekadku Beramar Makruf melalui tulisan.
Kini aku mengajar di MAN Kota Blitar dan berjuang di Gerakan Pemuda Ansor Kecamatan Rejotangan sebagai staf Lingkungan Hidup dan mengajar di Madrasah Hidayatul Mubtadhiien Ariyojeding Rejotangan Tulungagung. Disamping itu saat ini saya aktif di Forum Lingkar Pena Cabang Blitar dan masih aktif menulis di Radar Blitar Jawa Pos.
Untuk menyempurnakan hidupku pada tanggal 24 Mei 2008 aku menikah dengan seorang aktifis HMI Kediri yaitu Nurul Kiptiyah. Istriku tersebut berkiparah di HMI dari Ketua Komisariat sampai menjadi Pengurus HMI Badan Koordinasi Jawa Timur.
Jumat, 12 Juni 2009
Pengumuman Remid Sosiologi Kelas XI IPS 4,5,6,7
Soal Semua Materi Kelas XI semester 2. Pengumuman yang remidi disampaikan pada Hari Kamis Tanggal 18 Juni 2009. Pengumuman ini masih sementara
Kamis, 11 Juni 2009
Daftar Siswa Yang Remidi
1. Erlin Yunisatul M
2. Arik Hadi Susanto
3. Dina Sri Fitriyani
4. Dwi Minartiningsih
5. Dwi Wisnu Saputra
6. Ilham Budi Prasetyo
7. Nur Farida
8. Satria aAl Qonaah
9. Sukma Tri Nariratih
9. Yunita Andriani
10. Yuzi Yunita